Kamis, 13 Oktober 2011

Pelaksanaan sistem informasi kesehatan daerah ditinjau dari aspek manajemen data dan teknologi informasi

Sejak ditetapkannya Indonesia Sehat 2010 sebagai visi kesehatan maka Indonesia telah menetapkan pembaharuan kebijakan dalam pembangunan kesehatan yaitu paradigma sehat yang inti pokoknya adalah menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dimana kesehatan sebagai investasi bangsa dan kesehatan sebagai titik sentral pembangunan nasional. Untuk mendukung keberhasilan pembaharuan kebijakan pembangunan tersebut telah disusun Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang baru dan mampu menjawab serta merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan masa kini maupun untuk masa mendatang. Penyelenggaraan sistem kesehatan dituangkan dalam berbagai program kesehatan melalui siklus perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta pertanggungjawaban secara sistematis, berjenjang dan berkelanjutan. Dalam kaitannya dengan Sistem Kesehatan ini, maka daerah pun perlu menetapkan sistem kesehatannya sebagai suatu sub sistem pada pemerintahan daerah yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan aspirasi, potensi, serta kebutuhan setempat dengan memperhatikan prioritas pembangunan kesehatan masing-masing ( Depkes RI, 2004).
Kepala Pusat Data Informasi, Komunikasi dan Telekomunikasi Departemen Dalam Negeri Pak Fauzie Rafei dalam makalahnya yang berjudul “Peran Kelembagaan Komunikasi dan Informasi di Daerah” pada tahun 2004 menuliskan bahwa saat ini negara Indonesia menyadari bahwa pembaharuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini dimaksudkan untuk mencapai suatu nagara yang demokratis guna terwujudnya sistem pemerintahan yang lebih baik dan bertanggung jawab (good governance) dimana sasaran yang akan dicapai dari good governance adalah diperolehnya birokrasi yang handal, profesional, efisien, produktif serta mampu memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Menyadari betapa pentingnya arti mewujudkan good governance, maka seluruh aparatur negara dituntut harus mampu meningkatkan kinerja. Salah satu upaya untuk mewujudkan good governance serta menjawab tuntutan masyarakat tersebut perlu dikembangkan sistem informasi manajemen dan percepatan proses kerja di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah dengan melakukan modernisasi administrasi melalui pengelolaan data secara elektronik, otomatisasi di bidang administrasi perkantoran, modernisasi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, sebagai perwujudan e-government yaitu penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik  dan teknologi informasi.
Dalam rangka pengendalian sistem kesehatan yang bertujuan untuk memantau dan menilai keberhasilan penyelenggaraan secara berjenjang dan berkelanjutan digunakan tolok ukur atau indikator pembangunan kesehatan baik tingkat nasional maupun tingkat daerah. Sehubungan dengan hal ini maka perlu dikembangkan sistem informasi kesehatan nasional dan kesehatan daerah yang terpadu yang mampu menghasilkan data/informasi yang akurat, tepat waktu dan lengkap sehingga mampu menjadi bagian utama dari pengambilan keputusan. Meskipun kebutuhan pada data/informasi yang akurat makin meningkat namun ternyata sistem informasi yang ada saat ini masih belum dapat menghasilkan data yang akurat, lengkap, sertatepat waktu dan juga berbagai masalah masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan diantaranya adalah belum adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara kesehatan terutama penyelenggara sistem informasi kesehatan. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan itu sendiri masih belum dilakukan secara efisien, redundant data, duplikasi kegiatan, tidak efisiennya penggunaan sumber daya masih terjadi. Hal ini karena adanya overlapping kegiatan dalam pengumpulan, pengolahan data, disetiap unit kerja baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Kegiatan pengelolaan data/informasi belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik ( Depkes RI, 2004 ).

Pelaksanaan desentralisasi sektor kesehatan telah berlangsung sejak awal tahun 2001 dimana setelah berjalan selama 8 tahun dirasa perlu untuk mengkaji ulang pelaksanaan sistem informasi kesehatan yang berada ditingkat kabupaten/ kota yang mengalami berbagai hambatan dan berjalan kurang lancar sehingga hal ini akan menjadi masukan sebagai suatu sumber informasi dalam pengambilan keputusan dan advokasi. Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SKN) dikembangkan dengan memadukan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) dan sistem informasi lain yang terkait, meliputi data dari fasilitas kesehatan masyarakat, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat dan alat kesehatan. Telah terindentifikasi berbagai kelemahan dalam pelaksanaan sistem informasi kesehatan seperti datanya kurang tepat dan akurat, kurang sesuai dengan kebutuhan, pengiriman dari Puskesmas dan Rumah Sakit tidak tepat waktu, data yang dikumpulkan masih terlalu banyak sehingga memberi beban kepada para petugas. Selain itu juga kuantitas dan kualitas tenaga pelaksana masih lemah dan demikian juga pengolahan serta pemanfaatan data diberbagai tingkat administrasi belum optimal. Teridentifikasi pula umpan balik jarang dilakukan serta perlengkapan komputer tidak memadai dan dana untuk mengelola SIK sangat terbatas serta belum mampu mengakomodasi data dari sektor terkait lain.
Sistem Informasi Kesehatan Daerah atau lebih dikenal dengan sebutan SIKDA merupakan suatu sistim yang dilaksanakan di propinsi dan disuatu daerah dimana SIKDA ini berada dibawah naungan Sistim Informasi Kesehatan Nasional atau lebih dikenal dengan sebutan SIKNAS. Sistim Informasi Kesehatan Daerah biasanya dipegang kendali oleh Dinas Kesehatan Propinsi yang melaksanakan sistemnya untuk dapat menghandel seluruh informasi yang berhubungan denga koordinasi permasalahan kesehatan yang ada dibawah cakupannya yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten Kota bahkan sampai ke Puskesmas ditingkat kecamatan sekalipun. Dinas Kesehatan Propinsi memang peranan yang sangat penting mengenai berjalannya SIKDA karena instansi inilah yang akan mengontrol dan mengendalikan serta mengambil suatu keputusan mengenai sistim informasi kesehatan yang ada di daerah.
Dalam pelakasanaan sistem informasi kesehatan daerah yang berlangsung selama ini adalah dengan tidak terlepasnya penggunaan manajemen data dari setiap instansi yang ada didaerah dan pusat. Manajemen data yang berhubungan dengan kesehatan didaerah semuanya terpusat pada Dinas Kesehatan Propinsi (Dinkes Propinsi) dan kemudian akan dilanjutkan ke pusat dalam hal ini adalah Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN). Manajemen data yang buruk akan mengakibatkan kesulitan pihak Pusdatin dalam menyatukan seluruh data yang ada disetiap Dinas Kesehatan Propinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) yang dibawahnya memiliki Departemen Pusat Data dan Informasi( Pusdatin ) yang berpusat di Jakarta agak kewalahan dalam menggabungkan berbagai macam data yang diterima dari setiap Dinas Kesehatan Propinsi karena memiliki format yang berbeda – beda, belum lagi setiap Dinas Kesehatan yang ada tidak semuanya mengirimkan data kepada Pusdatin secara tepat waktu sehingga akan sangat sulit sekali bagi pihak Pusdatin dalam mengolah data, menganalisanya dan menyusun laporan yang akan dipertanggungjawabkan kepada Departemen Kesehatan RI. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang sangat membutuhkan perhatian karena akan berpengaruh terhadap cepat lambatnya pengambilan keputusan dari pihak Depkes RI dan akan menghambat dalam menyusun rencana dan program kedepan untuk Dinas Kesehatan yang ada disetiap Propinsi.
Kepala Pusdatin Pak Bambang Hartono dalam presentasinya pada workshop yang mengangkat tema mengenai “Seminar Sehari Sosioteknis dalam Penerapan Komputerisasi Puskesmas dan Dinas Kesehatan” yang dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2009 lalu bertempat di Gedung Ismangun PSIK UGM mengatakan bahwa dari sekian banyak Dinas Kesehatan yang ada di negara Indonesia ini, hanya beberapa Dinas Kesehatan saja yang selalu rutin mengirimkan data kepada Pusdatin mengenai perkembangan didaerahnya walaupun data yang dikirimkan dalam bentuk disket. Mayoritas Dinas Kesehatan Propinsi selalu terlambat dalam mengirimkan data kepada Pusdatin walaupun pihak Depkes RI telah menyediakan Siknas Online yang bisa diakses kapanpun juga. Pak Bambang Hartono juga menambahkan bahwa untuk beberapa bulan kedepan, penerapan Siknas Online akan menjadi offline sementara waktu karena sedang dalam proses pergantian provider yang baru.
Puskesmas sebagai pemegang kekuasaan mengenai permasalahan kesehatan yang terjadi tingkat kecamatan harus memberikan data seakurat mungkin dan tepat waktu kepada Dinas Kesehatan Kabupaten yang kemudian akan dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Propinsi. Permasalahan manajemen data yang masih menjadi permasalahan di tingkat Puskesmas adalah terletak pada human, teknologi dan organisasinya. Hal ini karena manusia didalamnya belum mampu menggunakan teknologi informasi yang ada didalam organisasinya sebagai alat untuk mempermudah dan memperlancar dalam menajemen data di tingkat Puskesmas. Perlu adanya pelatihan – pelatihan kepada para petugas kesehatan yang bertugas agar dapat meningkatkan kemampuan dalam penggunaan teknologi informasi. Penguasaan teknologi informasi seperti dalam penggunaan komputer untuk memasukkan data dan penggunaan akses internet untuk mengirimkan data kepada Dinas Kesehatan Kabupaten membutuhkan perhatian lebih karena ini merupakan hal penting tentang bagaimana menyampaikan suatu informasi mengenai kesehatan kepada tingkat selanjutnya agar bisa diambil keputusan penting dalam penanganan masalah kesehatan yang terjadi diwilayah kerjanya.
Pada kenyataannya dilapangan, Puskesmas yang terletak didaerah terpencil selalu terlambat bahkan tidak dapat mengirimkan datanya sama sekali kepada Dinas Kesehatan Kabupaten karena kondisi geografi alamnya yang tidak memungkinkan sehingga akan sangat sulit bagi Dinas Kesehatan Kabupaten dalam menggabungkan data yang ada di setiap Puskesmas yang ada diwilayah kerjanya. Mungkin untuk mengatasi hal ini, mungkin pihak Puskesmas harus menggunakan suatu alat seperti modem agar dapat mengakses internet sehingga datanya bisa dikirim melalui via email kepada Dinas Kesehatan dengan tepat waktu. Permasalahannya bukan hanya sampai disini saja tetapi bagaimana penggunaan modem internet jika tidak ada provider telekomunikasi yang jaringannya sampai kedaerah terpencil tersebut. Oleh karena itu, pemasangan tower provider telekomunikasi didaerah terpencil sebenarnya sangat dibutuhkan agar dapat memperlancar dalam penggunaan modem internet. Sudah semestinya, Menteri Kesehatan dan Menteri Komunikasi dan Telekomunikasi berunding untuk mencapai suatu kesimpulan dan segera mengambil langkah yang cepat dan tegas dalam penanganan masalah yang semacam ini agar seluruh wilayah di Indonesia dapat terjangkau dengan jaringan komunikasi dan telekomunikasi sehingga semua masyarakat mampu menggunakannya secara optimal sesui dengan kebutuhannya masing – masing khususnya untuk kepentingan sistem informasi dan manajemen data kesehatan.http://fahrisalakbar.blog.ugm.ac.id/2009/05/21/pelaksanaan-sistem-informasi-kesehatan-daerah-ditinjau-dari-aspek-manajemen-data-dan-teknologi-informasi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar