Kamis, 13 Oktober 2011

Pelaksanaan sistem informasi kesehatan daerah ditinjau dari aspek manajemen data dan teknologi informasi

Sejak ditetapkannya Indonesia Sehat 2010 sebagai visi kesehatan maka Indonesia telah menetapkan pembaharuan kebijakan dalam pembangunan kesehatan yaitu paradigma sehat yang inti pokoknya adalah menekankan pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dimana kesehatan sebagai investasi bangsa dan kesehatan sebagai titik sentral pembangunan nasional. Untuk mendukung keberhasilan pembaharuan kebijakan pembangunan tersebut telah disusun Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang baru dan mampu menjawab serta merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan masa kini maupun untuk masa mendatang. Penyelenggaraan sistem kesehatan dituangkan dalam berbagai program kesehatan melalui siklus perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta pertanggungjawaban secara sistematis, berjenjang dan berkelanjutan. Dalam kaitannya dengan Sistem Kesehatan ini, maka daerah pun perlu menetapkan sistem kesehatannya sebagai suatu sub sistem pada pemerintahan daerah yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan aspirasi, potensi, serta kebutuhan setempat dengan memperhatikan prioritas pembangunan kesehatan masing-masing ( Depkes RI, 2004).
Kepala Pusat Data Informasi, Komunikasi dan Telekomunikasi Departemen Dalam Negeri Pak Fauzie Rafei dalam makalahnya yang berjudul “Peran Kelembagaan Komunikasi dan Informasi di Daerah” pada tahun 2004 menuliskan bahwa saat ini negara Indonesia menyadari bahwa pembaharuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini dimaksudkan untuk mencapai suatu nagara yang demokratis guna terwujudnya sistem pemerintahan yang lebih baik dan bertanggung jawab (good governance) dimana sasaran yang akan dicapai dari good governance adalah diperolehnya birokrasi yang handal, profesional, efisien, produktif serta mampu memberikan pelayanan yang berkualitas kepada masyarakat. Menyadari betapa pentingnya arti mewujudkan good governance, maka seluruh aparatur negara dituntut harus mampu meningkatkan kinerja. Salah satu upaya untuk mewujudkan good governance serta menjawab tuntutan masyarakat tersebut perlu dikembangkan sistem informasi manajemen dan percepatan proses kerja di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah dengan melakukan modernisasi administrasi melalui pengelolaan data secara elektronik, otomatisasi di bidang administrasi perkantoran, modernisasi penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat, sebagai perwujudan e-government yaitu penyelenggaraan pemerintahan berbasis elektronik  dan teknologi informasi.
Dalam rangka pengendalian sistem kesehatan yang bertujuan untuk memantau dan menilai keberhasilan penyelenggaraan secara berjenjang dan berkelanjutan digunakan tolok ukur atau indikator pembangunan kesehatan baik tingkat nasional maupun tingkat daerah. Sehubungan dengan hal ini maka perlu dikembangkan sistem informasi kesehatan nasional dan kesehatan daerah yang terpadu yang mampu menghasilkan data/informasi yang akurat, tepat waktu dan lengkap sehingga mampu menjadi bagian utama dari pengambilan keputusan. Meskipun kebutuhan pada data/informasi yang akurat makin meningkat namun ternyata sistem informasi yang ada saat ini masih belum dapat menghasilkan data yang akurat, lengkap, sertatepat waktu dan juga berbagai masalah masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem informasi kesehatan diantaranya adalah belum adanya persepsi yang sama diantara penyelenggara kesehatan terutama penyelenggara sistem informasi kesehatan. Penyelenggaraan sistem informasi kesehatan itu sendiri masih belum dilakukan secara efisien, redundant data, duplikasi kegiatan, tidak efisiennya penggunaan sumber daya masih terjadi. Hal ini karena adanya overlapping kegiatan dalam pengumpulan, pengolahan data, disetiap unit kerja baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Kegiatan pengelolaan data/informasi belum terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik ( Depkes RI, 2004 ).

Pelaksanaan desentralisasi sektor kesehatan telah berlangsung sejak awal tahun 2001 dimana setelah berjalan selama 8 tahun dirasa perlu untuk mengkaji ulang pelaksanaan sistem informasi kesehatan yang berada ditingkat kabupaten/ kota yang mengalami berbagai hambatan dan berjalan kurang lancar sehingga hal ini akan menjadi masukan sebagai suatu sumber informasi dalam pengambilan keputusan dan advokasi. Sistem Informasi Kesehatan Nasional (SKN) dikembangkan dengan memadukan Sistem Informasi Kesehatan Daerah (SIKDA) dan sistem informasi lain yang terkait, meliputi data dari fasilitas kesehatan masyarakat, upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, obat dan alat kesehatan. Telah terindentifikasi berbagai kelemahan dalam pelaksanaan sistem informasi kesehatan seperti datanya kurang tepat dan akurat, kurang sesuai dengan kebutuhan, pengiriman dari Puskesmas dan Rumah Sakit tidak tepat waktu, data yang dikumpulkan masih terlalu banyak sehingga memberi beban kepada para petugas. Selain itu juga kuantitas dan kualitas tenaga pelaksana masih lemah dan demikian juga pengolahan serta pemanfaatan data diberbagai tingkat administrasi belum optimal. Teridentifikasi pula umpan balik jarang dilakukan serta perlengkapan komputer tidak memadai dan dana untuk mengelola SIK sangat terbatas serta belum mampu mengakomodasi data dari sektor terkait lain.
Sistem Informasi Kesehatan Daerah atau lebih dikenal dengan sebutan SIKDA merupakan suatu sistim yang dilaksanakan di propinsi dan disuatu daerah dimana SIKDA ini berada dibawah naungan Sistim Informasi Kesehatan Nasional atau lebih dikenal dengan sebutan SIKNAS. Sistim Informasi Kesehatan Daerah biasanya dipegang kendali oleh Dinas Kesehatan Propinsi yang melaksanakan sistemnya untuk dapat menghandel seluruh informasi yang berhubungan denga koordinasi permasalahan kesehatan yang ada dibawah cakupannya yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten Kota bahkan sampai ke Puskesmas ditingkat kecamatan sekalipun. Dinas Kesehatan Propinsi memang peranan yang sangat penting mengenai berjalannya SIKDA karena instansi inilah yang akan mengontrol dan mengendalikan serta mengambil suatu keputusan mengenai sistim informasi kesehatan yang ada di daerah.
Dalam pelakasanaan sistem informasi kesehatan daerah yang berlangsung selama ini adalah dengan tidak terlepasnya penggunaan manajemen data dari setiap instansi yang ada didaerah dan pusat. Manajemen data yang berhubungan dengan kesehatan didaerah semuanya terpusat pada Dinas Kesehatan Propinsi (Dinkes Propinsi) dan kemudian akan dilanjutkan ke pusat dalam hal ini adalah Pusat Data dan Informasi (PUSDATIN). Manajemen data yang buruk akan mengakibatkan kesulitan pihak Pusdatin dalam menyatukan seluruh data yang ada disetiap Dinas Kesehatan Propinsi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) yang dibawahnya memiliki Departemen Pusat Data dan Informasi( Pusdatin ) yang berpusat di Jakarta agak kewalahan dalam menggabungkan berbagai macam data yang diterima dari setiap Dinas Kesehatan Propinsi karena memiliki format yang berbeda – beda, belum lagi setiap Dinas Kesehatan yang ada tidak semuanya mengirimkan data kepada Pusdatin secara tepat waktu sehingga akan sangat sulit sekali bagi pihak Pusdatin dalam mengolah data, menganalisanya dan menyusun laporan yang akan dipertanggungjawabkan kepada Departemen Kesehatan RI. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang sangat membutuhkan perhatian karena akan berpengaruh terhadap cepat lambatnya pengambilan keputusan dari pihak Depkes RI dan akan menghambat dalam menyusun rencana dan program kedepan untuk Dinas Kesehatan yang ada disetiap Propinsi.
Kepala Pusdatin Pak Bambang Hartono dalam presentasinya pada workshop yang mengangkat tema mengenai “Seminar Sehari Sosioteknis dalam Penerapan Komputerisasi Puskesmas dan Dinas Kesehatan” yang dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2009 lalu bertempat di Gedung Ismangun PSIK UGM mengatakan bahwa dari sekian banyak Dinas Kesehatan yang ada di negara Indonesia ini, hanya beberapa Dinas Kesehatan saja yang selalu rutin mengirimkan data kepada Pusdatin mengenai perkembangan didaerahnya walaupun data yang dikirimkan dalam bentuk disket. Mayoritas Dinas Kesehatan Propinsi selalu terlambat dalam mengirimkan data kepada Pusdatin walaupun pihak Depkes RI telah menyediakan Siknas Online yang bisa diakses kapanpun juga. Pak Bambang Hartono juga menambahkan bahwa untuk beberapa bulan kedepan, penerapan Siknas Online akan menjadi offline sementara waktu karena sedang dalam proses pergantian provider yang baru.
Puskesmas sebagai pemegang kekuasaan mengenai permasalahan kesehatan yang terjadi tingkat kecamatan harus memberikan data seakurat mungkin dan tepat waktu kepada Dinas Kesehatan Kabupaten yang kemudian akan dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Propinsi. Permasalahan manajemen data yang masih menjadi permasalahan di tingkat Puskesmas adalah terletak pada human, teknologi dan organisasinya. Hal ini karena manusia didalamnya belum mampu menggunakan teknologi informasi yang ada didalam organisasinya sebagai alat untuk mempermudah dan memperlancar dalam menajemen data di tingkat Puskesmas. Perlu adanya pelatihan – pelatihan kepada para petugas kesehatan yang bertugas agar dapat meningkatkan kemampuan dalam penggunaan teknologi informasi. Penguasaan teknologi informasi seperti dalam penggunaan komputer untuk memasukkan data dan penggunaan akses internet untuk mengirimkan data kepada Dinas Kesehatan Kabupaten membutuhkan perhatian lebih karena ini merupakan hal penting tentang bagaimana menyampaikan suatu informasi mengenai kesehatan kepada tingkat selanjutnya agar bisa diambil keputusan penting dalam penanganan masalah kesehatan yang terjadi diwilayah kerjanya.
Pada kenyataannya dilapangan, Puskesmas yang terletak didaerah terpencil selalu terlambat bahkan tidak dapat mengirimkan datanya sama sekali kepada Dinas Kesehatan Kabupaten karena kondisi geografi alamnya yang tidak memungkinkan sehingga akan sangat sulit bagi Dinas Kesehatan Kabupaten dalam menggabungkan data yang ada di setiap Puskesmas yang ada diwilayah kerjanya. Mungkin untuk mengatasi hal ini, mungkin pihak Puskesmas harus menggunakan suatu alat seperti modem agar dapat mengakses internet sehingga datanya bisa dikirim melalui via email kepada Dinas Kesehatan dengan tepat waktu. Permasalahannya bukan hanya sampai disini saja tetapi bagaimana penggunaan modem internet jika tidak ada provider telekomunikasi yang jaringannya sampai kedaerah terpencil tersebut. Oleh karena itu, pemasangan tower provider telekomunikasi didaerah terpencil sebenarnya sangat dibutuhkan agar dapat memperlancar dalam penggunaan modem internet. Sudah semestinya, Menteri Kesehatan dan Menteri Komunikasi dan Telekomunikasi berunding untuk mencapai suatu kesimpulan dan segera mengambil langkah yang cepat dan tegas dalam penanganan masalah yang semacam ini agar seluruh wilayah di Indonesia dapat terjangkau dengan jaringan komunikasi dan telekomunikasi sehingga semua masyarakat mampu menggunakannya secara optimal sesui dengan kebutuhannya masing – masing khususnya untuk kepentingan sistem informasi dan manajemen data kesehatan.http://fahrisalakbar.blog.ugm.ac.id/2009/05/21/pelaksanaan-sistem-informasi-kesehatan-daerah-ditinjau-dari-aspek-manajemen-data-dan-teknologi-informasi/

KOMPONEN SISTEM INFORMASI (BILLY N MAHAMUDU)

A. KOMPONEN SISTEM INFORMASI
Sistem informasi terdiri dari komponen-komponen yang disebut blok bangunan (building blok), yang terdiri dari komponen input, komponen model, komponen output, komponen teknologi, komponen hardware, komponen software, komponen basis data, dan komponen kontrol. Semua komponen tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain membentuk suatu kesatuan untuk mencapai sasaran.

1. Komponen input
Input mewakili data yang masuk kedalam sistem informasi. Input disini termasuk metode dan media untuk menangkap data yang akan dimasukkan, yang dapat berupa dokumendokumen dasar.

2. Komponen model
Komponen ini terdiri dari kombinasi prosedur, logika, dan model matematik yang akan memanipulasi data input dan data yang tersimpan di basis data dengan cara yag sudah ditentukan untuk menghasilkan keluaran yang diinginkan.

3. Komponen output
Hasil dari sistem informasi adalah keluaran yang merupakan informasi yang berkualitas dan dokumentasi yang berguna untuk semua pemakai sistem.

4. Komponen teknologi
Teknologi merupakan “tool box” dalam sistem informasi, Teknologi digunakan untuk menerima input, menjalankan model, menyimpan dan mengakses data, neghasilkan dan mengirimkan keluaran, dan membantu pengendalian dari sistem secara keseluruhan.

5. Komponen hardware
Hardware berperan penting sebagai suatu media penyimpanan vital bagi sistem informasi.Yang berfungsi sebagai tempat untuk menampung database atau lebih mudah dikatakan sebagai sumber data dan informasi untuk memperlancar dan mempermudah kerja dari sistem informasi.

6. Komponen software
Software berfungsi sebagai tempat untuk mengolah,menghitung dan memanipulasi data yang diambil dari hardware untuk menciptakan suatu informasi.

7. Komponen basis data
Basis data (database) merupakan kumpulan data yang saling berkaitan dan berhubungan satu dengan yang lain, tersimpan di pernagkat keras komputer dan menggunakan perangkat lunak untuk memanipulasinya. Data perlu disimpan dalam basis data untuk keperluan penyediaan informasi lebih lanjut. Data di dalam basis data perlu diorganisasikan sedemikian rupa supaya informasi yang dihasilkan berkualitas. Organisasi basis data yang baik juga berguna untuk efisiensi kapasitas penyimpanannya. Basis data diakses atau dimanipulasi menggunakan perangkat lunak paket yang disebut DBMS (Database Management System).

8. Komponen kontrol
Banyak hal yang dapat merusak sistem informasi, seperti bencana alam, api, te,peratur, air, debu, kecurangan-kecurangan, kegagalan-kegagalan sistem itu sendiri, ketidak efisienan, sabotase dan lain sebagainya. Beberapa pengendalian perlu dirancang dan diterapkan untuk meyakinkan bahwa halhal yang dapat merusak sistem dapat dicegah ataupun bila terlanjur
terjadi kesalahan-kesalahan dapat langsung cepat diatasi.http://apr1l-si.comuf.com/komponen.php

MINAT SISTEM INFORMASI MANAJEMEN KESEHATAN (SIMKES)

Sektor kesehatan merupakan bidang yang kaya informasi ( information-intensive domain). Sayangnya, bidang ini relatif tertinggal dalam menerapkan konsep, aplikasi maupun inovasi pengelolaan  informasi untuk mewujudkan pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu tinggi. Dengan semakin ketatnya persaingan, pengelolaan informasi, pembelajaran, pengetahuan dan kewaskitaan (wisdom) merupakan kunci kelangsungan hidup organisasi kesehatan.
Beberapa organisasi kesehatan di Indonesia menghadapi beberapa masalah seperti lemahnya surveilans, kegagalan pengembangan SIK dan billing systems di beberapa daerah dan rumah sakit menunjukkan betapa mendesaknya kebutuhan terhadap tenaga ahli sistem dan manajemen informasi kesehatan. Tenaga ahli tersebut diharapkan tidak hanya mampu mendiagnosis masalah yang terkait dengan sistem dan manajemen informasi, namun juga mampu memberikan solusi dengan pendekatan sistem ( system thinking).
Menanggapi langkanya tenaga ahli sistem dan manajemen informasi kesehatan di Indonesia, minat SIMKES menawarkan sarana, proses, metode pembelajaran dan teknologi terkini untuk menghasilkan tenaga professional dalam bidang sistem dan manajemen informasi kesehatan.
Topik penelitian di SIMKES meliputi :
  • Sistem informasi geografis
  • Sistem informasi dinas kesehatan, rumah sakit, klinik, dan puskesmas
  • Sistem informasi surveilans penyakit
  • Sistem informasi kewaspadaan pangan
  • Sistem informasi kesehatan pada saat bencana
  • E-learning, sistem informasi pendidikan tenaga kesehatan
  • Sistem pelaporan gizi, sistem informasi kepegawaian
  • Perancangan sistus web dinas kesehatan
  • dan distribusi spasial kasus malaria.
Minat SIMKES diselenggarakan dengan tujuan untuk menghasilkan tenaga profesional yang menguasai sistem dan manajemen informasi kesehatan. Secara khusus program pendidikan ini bertujuan untuk mendidik peserta agar mampu:
  • Memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam merancang dan merekayasa sistem informasi untuk peningkatan kinerja pelayanan kesehatan.
  • Mengidentifikasi dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam merencanakan, mengimplementasikan dan mengevaluasi sistem dan manajemen informasi kesehatan.
  • Memiliki wawasan yang komprehensif mengenai cakupan informatika kesehatan (dari bioinformatika kedokteran, informatika klinis sampai dengan informatika kesehatan masyarakat termasuk multimedia) dan mengembangkan program informatika kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan kerjanya.
Kurikulum Inti Program Studi
Kurikulum inti Ilmu Kesehatan Masyarakat merupakan mata kuliah-mata kuliah yang harus ada dalam pendidikan Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat sesuai dengan Pedoman dari ASPH (Association of Schools of Public Health). Kurikulum inti Ilmu Kesehatan Masyarakat sebanyak 22 SKS, meliputi:
Kode MK Nama Mata Kuliah SKS
KUI 611 Biostatistika 3 SKS
KUI 602 Epidemiologi 3 SKS
KUI 661 Kebijakan dan Manajemen Kesehatan 2 SKS
KUI 601 Metodologi Penelitian 2 SKS
KUI 616 Ilmu Sosial dan Perilaku 2 SKS
KUI 777 Kesehatan Lingkungan 2 SKS
KUI 801 Tesis 8 SKS
 
Total
22 SKS

Kurikulum Pendidikan Minat Simkes

Kode MK Nama Mata Kuliah SKS
SEMESTER.1
KUI 601a Metodologi Penelitian 2 SKS
KUI 611 Biostatistik 3 SKS
KUI 602 Epidemiologi 3 SKS
KUI 611a Kebijakan & Manajemen Kesehatan 3 SKS
KUI 616 Ilmu Sosial & Perilaku Kesehatan Masyarakat 2 SKS
KUI 777b Kesehatan Lingkungan 2 SKS
KUI 626 Manajemen Program Kesehatan 2 SKS
KUI 675 Kepemimpinan dan Komunikasi 2 SKS
KUI 662 Sistem Informasi dan Pendukung Keputusan untuk Organisasi Kesehatan 2 SKS
KUI 679 Teknologi Informasi dan Komunikasi Digital 2 SKS
 
Total Semester I
23 SKS
SEMESTER 2
KUI 10210 Kesehatan Global 2 SKS
KUI 7912 Pengembangan Organisasi Kesehatan 2 SKS
KUI 696 Database & Datawarehouse 2 SKS
KUI 797 Informatika Kesehatan Masyarakat 2 SKS
KUI 799 Perancangan, Pengembangan & Evaluasi Sistem Informasi 2 SKS
KUI 791 Sistem Informasi Geografis untuk Kesehatan Masyarakat 2 SKS
 
Total Semester 2
12 SKS
SEMESTER 3
KUI 801 Tesis 8 SKS
http://ph-gmu.org/index.php?mod=pendidikan&sub=simkes&act=view&typ=html

Definisi Sistem Informasi Kesehatan

pengertian sistem informasi kesehatan adalah gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan untuk mengelola siklus informasi(mulai dari pengumpulan data sampai pemberian umpan balik informasi) untuk mendukung pelaksanaan tindakan tepat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kinerja sistem kesehatan. Informasi kesehatan selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi.
subsistem dalam sistem informasi kesehatan secara umum meliputi:
  1. Surveilans epidemiologis (untuk penyakit menular dan tidak menular, kondisi lingkungan dan faktor risiko)
  2. Pelaporan rutin dari puskesmas, rumah sakit, laboratorium kesehatan daerah, gudang farmasi sampai ke praktek swasta
  3. Pelaporan program khusus, seperti TB, lepra, malaria, KIA, imunisasi, HIV/AIDS, yang biasanya bersifat vertikal.
  4. Sistem administratif, meliputi sistem pembiayaan, keuangan, sistem kepegawaian, obat dan logistik, program pelatihan, penelitian dan lainlain
  5. Pencatatan vital, baik kelahiran, kematian maupun migrasi penduduk.

Upaya pengembangan SIK harus dimulai dengan kegiatan penilaian secara menyeluruh kondisi sistem kesehatan yang ada serta kebutuhan terhadap pengembangan ke depan. Assessment tersebut akan menilai determinan teknis SIK yang meliputi:
  1. Input data: yang mencakup keakuratan dan kelengkapan pencataan dan pengumpulan data. Di tingkat puskesmas, akurasi dan kelengkapan format berbagai laporan seperti LB1, LB3, laporan wabah, laporan obat maupun sistem informasi tenaga kesehatan perlu dikaji secara mendalam.
  2. Analisis, pengiriman dan pelaporan data: meliputi efisiensi, kelengkapan dan mutunya di semua tingkatan.
  3. Penggunaan informasi: meliputi pengambilan keputusan dan tindakan yang diambil berkaitan dengan kebijakan di tingkat unit pelayanan perorangan/masyarakat, program maupun pengambil kebijakan tingkat tinggi
  4. Sumber daya sistem informasi: meliputi ketersediaan, kecukupan dan penggunaan sumber daya esensial, anggaran, staf yang terdidik dan terampil, fasilitas untuk penyimpanan data, peralatan untuk komunikasi data, penyimpanan, anlaisis dan penyiapan dokumen (fax, komputer, printer, fotokopi dll)
  5. Sistem informasi manajemen dan networking: mencakup koordinasi dan mekanisme organisasi untuk menjamin penetapan, standarisasi, pembuatan, pemeliharaan, pembagian (sharing) dan pelaporan data dan informasi dilaksanakan secara tepat.http://arnalove.blogspot.com/2009/06/definisi-sistem-informasi-kesehatan.htm

Tentang komputerisasi di puskesmas, rumah sakit dan dinas kesehatan

Beberapa hari yang lalu saya berkesempatan berkunjung ke suatu kabupaten untuk mengamati secara sekilas pelaksanaan komputerisasi di puskesmas, dinas kesehatan dan rumah sakit. Pengamatan sekilas ini mungkin tidak dapat digeneralisir untuk daerah lain. Demikian juga, karena terbatasnya waktu, mungkin ada penilian saya yang keliru. Saya berkesempatan melakukan diskusi kelompok terarah dengan pelaksana sistem informasi di dinas kesehatan (staf di masing-masing subdin) dan tiga wakil puskesmas. Yang menarik, ketiga puskesmas memiliki program komputer yang berbeda. Meskipun hampir seluruh puskesmas di kabupaten tersebut didukung dengan perangkat komputer akan tetapi pelaporan data ke dinas masih bersifat manual. Petugas di dinas kesehatan kabupaten mengatakan bahwa untuk mengolah data LB1 dari puskesmas membutuhkan waktu 10 hari. Padahal, data sudah tersedia dalam format elektronik untuk hampir seluruh puskesmas, kecuali dua puskesmas yang menggunakan program yang berbeda. Hal ini tidak terlepas dari lemahnya komitmen di tingkat dinas itu sendiri. Setiap tiga bulan sekali, dinas kesehatan kabupaten mengirimkan laporan kunjungan puskesmas dalam bentuk manual ke dinas kesehatan propinsi. Variasi pekerjaan di sub bagian perencanaan (di bawah Bagian TU)yang bertanggung jawab untuk menghimpun data dari puskesmas mungkin menjadikan mereka tidak fokus dalam program komputerisasi puskesmas. Bisa jadi, pelatihan yang sebelumnya dilakukan di tingkat dinas tidak memadai. Akibatnya, sekarang LAN di dinas pun juga macet. Dinas Kesehatan juga tidak memiliki database yang menghimpun data dari berbagai subdin. Lemahnya analisis data kesehatan tercermin dari keringnya analisis pada profil kesehatan mereka. Sudah cukup lumayan bahwa profil kesehatan 2006 (berisi data 2005) sudah diterbitkan. Tetapi, tidak ada satu halamanpun datanya ditampilkan sebagai peta tematik. Mutasi staf diduga menjadi salah satu sebab utama. Penanggungjawab sistem informasi kesehatan kebetulan dipindah dari dinas kesehatan ke pemda, sementara penggantinya tidak mengetahui sama sekali mengenai program ini. Rencana pengembangan sistem informasi kesehatanpun dinas kesehatan tidak memilikinya.

Sorenya, saya berkunjung ke rumah sakit swasta dengan 50 tempat tidur. Rumah sakit ini mengembangkan software-nya sendiri dengan tiga programmer yang dikontrak secara paroh waktu. Software tersebut tidak hanya mencatat data transaksi untuk mempermudah rumah sakit dalam menghitung biaya pelayanan, tetapi juga mencatat data klinis pasien, baik gejala maupun diagnosis baik di rawat jalan maupun rawat inap. Dokter tetap melakukan pencatatan menggunakan rekam medis kertas biasa, selanjutnya perawatlah yang memasukkan data tersebut ke komputer. Fungsi yang disediakan dalam program tersebut lumayan lengkap, termasuk untuk ordering ke laboratorium atau radiologi. Pimpinan rumah sakit mengatakan bahwa mereka sangat terbantu dengan adanya komputerisasi.
Hari kedua saya berkunjung ke tiga puskesmas. Yang pertama, suatu puskesmas yang kebetulan dipimpin oleh seorang pengusaha hotel dan restoran. Sehingga, dia meminta vendor yang mengembangkan sistem informasi di hotelnya untuk mengadaptasi program tersebut untuk digunakan di puskesmas. Software under DOS tersebut berjalan di sistem LAN (berbasis Novel) untuk mendukung pelayanan pasien mulai dari pendaftaran, pelayanan di BP sampai dengan pengambilan obat. Meskipun data pelayanan sudah masuk ke dalam komputer, puskemas juga masih menggunakan kertas untuk mencatat data demografis dan klinis pasien. Sayangnya, akhir-akhir ini software tersebut semakin sering bemasalah sehingga kepala puskesmas memutuskan untuk menghentikan program tersebut. Saat ini, puskesmas kembali seperti dulu, manual kembali.
Puskesmas yang kedua ditunjuk menjadi salah satu percontohan oleh Dinas Kesehatan propinsi yang sedang mengembangkan sistem informasi kesehatan dengan dukungan dana pinjaman luar negeri. Dari 12-an puskesmas di kabupaten itu, hanya puskesmas tersebut yang dijadikan pilot project. Proses implementasi cukup lama. Saat ini, sudah terdapat 8 komputer yang terhubung ke dalam LAN dan menggunakan program komputer untuk mencatat pelayanan yang diberikan kepada pasien. Di bagian pendaftaran, komputer dapat digunakan untuk mencari nama KK(kepala keluarga) karena puskesmas tersebut menggunakan pendekatan family folder. Sayangnya, rekam medis kertasnya tidak disusun dalam format family folder. Malahan, setiap kunjungan akan dicatat dalam suatu kertas berukuran kecil untuk setiap kunjungan. Dengan format seperti ini, dokter tidak akan melihat data kunjungan yang lama, kecuali jika dia memanfaatkan komputer untuk melihat data yang lama. Yang menarik lagi, pada fungsi pendaftaran, ada data yang berkaitan dengan status sanitasi di rumah tangga (apakah menggunakan kloset berleher angsa atau tidak). Waktu saya amati, petugas sebenarnya tidak menanyakan data tersebut, tetapi langsung mengisikan sendiri dengan jawaban YA. Jika data ini digunakan untuk membuat laporan ke dinas tentang kesehatan lingkungan mesti banyak yang keliru ya… Karena waktu yang pendek, saya tidak sempat mengamati di masing-masing unit pelayanan. Sayangnya program tersebut tidak dilengkapi dengan grafik maupun pemetaan wilayah. Melalui perangkat lunak ini, puskesmas diharapkan dapat membuat laporan secara cepat ke dinas kesehatan baik LB1 maupun LB3. Ketika saya tanyakan mengapa biaya pasien tidak sekaligus dimasukkan ke dalam program tersebut, mereka khawatir bahwa jika itu dilakukan maka kesejahteraan puskesmas dapat diobok-obok oleh orang luar.
Di Puskesmas yang ketiga, saya melihat penerapan sistem informasi puskesmas yang bersifat single user. Data pelayanan dipool menggunakan kertas kecil, kemudian terakhir dikirimkan ke petugas untuk mengisikannya ke dalam komputer. Petugasnya sangat rajin, meskipun masih berstatus honorer dengan pendidikan SMA. Meskipun sudah menggunakan LAN, tetapi program tersebut tidak dapat berjalan secara real time. Pelaporan ke dinas kesehatan secara manual. Mereka menyayangkan mengapa dinas kesehatan tidak menghimpun data yang sudah berupa elektronik.http://anisfuad.wordpress.com/2006/10/11/tentang-komputerisasi-di-puskesmas-rumah-sakit-dan-dinas-kesehatan/#more-30

SISTEM INFORMASI KESEHATAN : FONDASI DALAM KESEHATAN MASYARAKAT

Abstrak : Peran sistem informasi kesehatan secara umum adalah untuk menganalisis dan mendesiminasi data. Pada prakteknya, sistem informasi ini jarang dilaksanakan secara sistematis. Produk-produk sejarah, social dan ekonomi yang dibuat sangat kompleks, terbagi-bagi dan tidak responsive terhadap kebutuhan. Lembaga internasional bidang kesehatan bertanggung jawab terhadap masalah mempunyai kebutuhan prioritas yang urgent dalam pengembangan kapasitas Negara, hasilnya adalah ketidakmampuan beberapa negara akan kebutuhan data yang dimonitor dalam arah pengembangan MDGs. Solusi terhadap masalah ini sangat komprehensif. Uang saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan dukungan pengembangan sistem yang merupakan gabungan antara alokasi dan tanggung jawab.
Health Metrics Network melakukan kolaborasi untuk membantu mencari solusi bagi negara-negara yang membutuhkan.
Pengukuran dan Kesehatan Masyarakat
Definisi kesehatan masyarakat (Beaglehole, et al) : suatu tindakan pengumpulan yang terus menerus untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mengukur kemampuan dan memonitor kesehatan dari populasi.
·
Epidemiologi, demografi dan biostatistik adalah kunci disiplin kesehatan masyarakat.
Menurut John Snow selama epidemik Cholera yang terjadi di London pada pertengahan tahun 1800 merupakan contoh yang mudah melakukan investigasi epidemiologi.
·
Adanya pencatatan angka kelahiran dan kematian yang dilakukan di Inggris pada awal tahun 1880. Tanpa informasi tentang jumlah kematian dari Cholera dan alamat jalan dari tiap korban maka John Snow tidak dapat melakukan pemetaan data kematian.
Pencatatan data kematian ini juga sudah dilakukan dinegara-negara seperti : Denmark, Inggris, Belanda, Norwegia dan Swedia.
Pencatatan-pencatatan ini kemudian mulai dikembangkan di negara-negara Amerika, Eropa dan Asia. Sebanyak 150 negara sudah dapat melakukan pengumpulan data secara empiris selama 5 tahun dengan menggunakan teknologi informasi dalam melakukan proses dan analisis data secara terus menerus dalam jangka waktu yang singkat. Survei dasar populasi menjadi model dalam pengumpulan data kesehatan yang terus menerus yang digunakan dalam survei pengukuran indikator. Misalnya : survei terhadap 30 sampel yang diambil untuk memperluas program imunisasi dan perencanaan keluarga dan kesehatan ibu dan anak melalui orientasi demografik dan survei kesehatan.
SISTEM INFORMASI KESEHATAN
Data dan Informasi tentang penyebab kematian orang dewasa masih belum di ketahui. Hal ini disebabkan masih sederhananya model SIK yang di gunakan sehingga informasi tentang jumlah kematian dan kelahiran tidak di gunakan.
Sistem informasi kesehatan untuk daerah meliputi :
·
Faktor lingkungan, sosek, genetik dan hukum, organisasi dan kebijakan, infrastruktur kesehatan, fasilitas dan peralatannya, pembiayaan dan SDM
· Tersedia penggunaan informasi kesehatan dan jasa yang bermutu
· Hasil yang diperoleh : angka kematian, angka kesakitan, kecacatan, kesejahteraan, status kesehatan dan penularan penyakit
· Perbedaan dalam faktor penentu dan pengguna : jenis kelamin, status sosek, kelompok etnis dan situasi geografis
Tersedia format yang umum pada pencatatan fasilitas kesehatan, SRT, sensus, registrasi vital, buku peranan kesehatan nasional dan penelitian kesehatan.
Contoh kasus : proporsi anak yang diimunisasi terhadap campak yang di peroleh melalui SRT dan data administratif akan menghasilkan data yang berbeda.
Sumber informasi penting yang terkait dengan kesehatan
· sensus setiap 10 tahun sekali
· pemantauan berlanjut kematian dan kelahiran dengan sertifikasi penyebab kematian
· sistem tanggapan dan pengawasan terpusat tentang wabah dan vaksin pencegahan penyakit (kolera, virus HIV, polio dan SARS)
· program untuk merancang pengunaan dari jasa pelayanan kesehatan dan survei kesehatan RT.
· sistem yang menghasilkan data interaksi dari pasien dan provider tentang mutu perawatan.
· pemetaan kesehatan masyarakat tentang fasilitas pelayanan kesehatan di daerah dan nasional
· pengawasan perilaku tentang factor resiko seperti merokok, seks bebas dan malnutrisi
· system pembukuan/ akuntansi
· keuangan dan manajemen informasi
· model, proyeksi dan perkiraan-perkiraan
· penelitian termasuk penelitian klinik, system informasi dan penelitian operasional
Kita tahu apa yang kita tidak tahu
Bagaimana system informasi yang diselenggarakan sekarang ini?
Sistem Informasi sedikit dipakai untuk pengambilan keputusan yang efektif.
Sistem informasi kesehatan tidak menjadi fokus utama pada MDGs.
MDGs secara luas dikuasakan sebagai kerangka untuk mengukur pengembangan sistem informasi kesehatan.
Contoh : target MDGs : penurunan angka kematian.
Berbagai Kapasitas
Statistik kapasitas building diindentifikasikan sebagai kebutuhan inti oleh banyak negara dan melalui pertemuan Paris dan The World Bank STATCAP diharapkan bisa memperbaikinya. DHS, AUSAID dan MICS UNICEF memberi perhatian eksplisit pada lokal kapasits building untuk produksi dan analisa data. Di dalam sektor kesehatan perlu membangun kapasitas karena sistem informasi sering terlupakan. Dalam analisis kebutuhan sumber daya manusia jarang disebutkan tentang kebutuhan tenaga yang mempunyai kemampuan statistik untuk menganalisis data, karena adanya asumsi bahwa petugas pelayanan kesehatan mampu mengerjakan tugas SIK. Namun, petugas kesehatan tidak mampu melakukan dua tugas sekaligus (sebagai petugas pelayanan pasien dan petugas SIK). Perubahan sektor kesehatan umum meliputi desentralisasi alokasi sumber daya dan pengambilan keputusan pada level daerah. Kapasitas sebagian besar dipusatkan di tingkat nasional, memusatkan MDGs juga memperburuk kecenderungan ini.
Divisi Tanggung Jawab
Siapakah yang bertanggung jawab untuk data kesehatan yang ada? Yang jelas adalah Departemen Kesehatan. Namun Departemen Kesehatan tidak mengatur komponen-komponen penting sistem informasi kesehatan. Data faktor penentu dari kesehatan, resiko dan faktor-faktor yang bersifat melindungi, konsekuensi-konsekuensi dari sakit-sehat sering ditemukan pada sektor diluar kesehatan contohnya sektor pertanian, tenaga kerja, pendidikan dan PDAM. Meskipun sektor kesehatan telah mengindentifikasi unsur-unsur penting tapi sebagian besar penggumpulan data yang berkaitan dengan kesehatan nampaknya masih berada pada pihak-pihak lain. Kesulitan lain diakibatkan oleh sifat sektor kesehatan yang masih terfragmentasi/ terpisah-pisah. Hanya sedikit negara yang memiliki status- model kontrol (model pengawasan) terhadap pelayanan kesehatan dan pembiayaan publik. Penguatan data dalam suatu sistem bisa merupakan suatu tantangan. Di dalam teori, regulator memiliki otoritas mengawasi setiap informasi yang dilaporkan tetapi pada prakteknya regulator menggunakan otoritas tersebut.
Satu kegagalan dari imajinasi
Sumber daya, tanggung jawab dan kapasitas menunjukkan sisi penyediaan data, sisi kesamaan informasi kesehatan. Siapa yang memerlukan data dan apa yang mereka butuhkan untuk itu? Satu jawaban bagi pertanyaan itu adalah bahwa pembuat kebijakan memerlukan data untuk pengambilan keputusan.Yang tidak menguntungkan dalam pengambilan kesehatan pada berbagai bagian di dunia adalah bahwa keputusan yang diambil tidak menggunakan informasi yang dapat dipercaya. Dalam prakteknya, pengambilan keputusan dalam kesehatan terlalu sering didasarkan pada pertimbangan politis, kelayakan atau permintaan donatur. Ada satu kesadaran yang tumbuh bahwa ini mengarahkan kepada penggunaan yang tidak efektif dan efisien dari sumber daya. Penekanan yang meningkat di manajemen yang memusatkan perhatian pada kebutuhan akan data melalui konsistensi dan transparansi sistem. Data untuk pengambilan keputusan adalah penting, tetapi stakeholder untuk informasi terkait dengan kesehatan adalah banyak dan lebih luas. Dalam mengakses pelayanan kesehatan dan kepentingan ilmiah, publik berhak mengetahui status kesehatan masyarakat. Masyarakat berhak mengetahui mengapa orang meninggal sebelum waktunya (penyebab kematian), mengapa orang menjadi sakit (Penyebab sakit),dan jenis pelayanan yang tersedia, dan bagaimana cara melindungi diri.
Informasi kesehatan juga penting bagi ilmu statistik dan politikus-politikus.
Health Metric Network
Sekarang ini kita berada dalam situasi paradoks dimana tidak dijumpai banyak informasi yang dapat dipercaya dengan investasi yang pantas dipertimbangkan dari usaha dan sumber daya dalam penggumpulan data.
Divisi statistic PBB mendukung Negara dalam melaksanakan/menerapkan sensus dan pencatatan registrasi vital sesuai dengan standar internasional. WHO menyediakan bimbingan teknik bagaimana menggunakan klasifikasi angka kematian dan kesakitan dan penetapan surveillance penyakit dan program penanggulangannya. Untuk saat ini, memberi perhatian untuk menuju penggunaan yang lebih baik dari pelayanan statistic rutin. UNICEF telah membentuk suatu program survey diberbagai Negara untuk memantau kesehatan anak. AUSAID dan donor bilateral lainnya telah melakukan investasi substansial dan tumbuh amount dalam survai kesehatan dan demografi, surveillance penyakit dan penggulanggannya. Institusi dan kerjasama baru seperti lembaga dunia untuk melawan AIDS, Tuberculosis, Malaria dan Aliansi Dunia untuk Vaksinasi dan Imunisasi (GAVI) merupakan penawaran penting sumber daya baru untuk informasi kesehatan. Para agen internasional, donor Negara dan bilateral telah bekerja sama untuk mengembangkan inti yang diset dari indikator untuk penyakit spesifik dan bergabung dalam mengawasi/ memantau indikator awal . Apa yang telah hilang dari usaha-usaha ini telah menjadi keseluruhan visi dari system informasi kesehatan menyeluruh dan menyambungkan dari berbagai bagian komponen.
Di tahun 2003, sejumlah stakeholder bergabung bersama untuk memikirkan solusi inovasi untuk memecahkan teka-teki informasi kesehatan. Diskusi menimbulkan rencana untuk langkah kedepan, yang kemudian diterapkan menjadi kerjasama dunia yang disebut Health Metrics Network dengan satu suntikan modal proyek dari RUU, dari Yayasan Bill dan Melinda. Ini adalah prakarsa pertama kesehatan global yang tidak hanya memfokuskan pada penyakiT tertentu tapi juga pada komponen inti dari suatu system kesehatan.
Patner dalam kerjasama setuju untuk membawa bersama energi dan keahlian untuk menyediakan dukungan yang koheren dan terkoordinasi kearah perubahan dan penguatan system informasi kesehatan Negara.
Dokumen di isu khusus Buletin mempertimbangkan untuk mengerjakan sepanjang fase pengembangan Health Metrics Network. Meliputi satu cakupan luas dari tantangan informasi kesehatan di level Negara dan internasional. Kita belajar tentang biaya perbedaan jalan dari generasi indikator kunci di Negara Republik Tanzania. Kita belajar bagaimana China bekerja untuk meningkatkan attribution penyebab kematian. Tulisan/catatan dari Afrika Selatan menguraikan tantangan memperkenalkan produksi data dan digunakan untuk seting fasilitas kesehatan dengan sedikit tradisi penggunaan data untuk pegabilan keputusan. Tulisan lainnya menjelaskan tantangan dan teknik khusus seperti bagaimana untuk memperluas system registrasi vital dalam sumber daya terbatas dimana kematian secara umum terjadi di rumah dan bagaimana sepakat dengan ketiadaan data pada kesehatan yang berbeda.
Kesimpulan
Ini bukan disebabkan karena negara mereka miskin sehingga mereka bisa mengusahakan informasi kesehatan yang baik. Ini karena mereka miskin sehingga tidak bisa mengusahakan tanpa itu. Ada contoh yang baik penggunaan data untuk pengambilan keputusan berbasis bukti yang mendorong kearah kesehatan yang lebih baik (19). Contoh-contoh seperti itu perlu diperluas dan ditingkatkan. Sudah waktunya untuk sumber daya dan usaha serius untuk membangun system informasi kesehatan secara efektif mendukung kesehatan masyarakat. http://simkesugm07.wordpress.com/2007/12/14/sistem-informasi-kesehatan-fondasi-dalam-kesehatan-masyarakat/#more-75

Membangun dunia kesehatan dengan simpus (part 1)

Dunia kesehatan memang perlu dukungan berbagai pihak. Dalam dunia kesehatan banyak hal yang perlu kita tata kembali. Salah satunya adalah dengan mengembangkan sistem informasi kesehatan berbasis puskesmas atau yang kita kenal dengan Sistem Informasi Puskesmas ( SIMPUS ). Sistem ini berkembang dengan melihat data dan menganalisa laporan yang masuk dalam database SIMPUS. Data yang masuk setelah kita rekap, di analisa sehingga menghasilkan informasi kesehatan yang berguna.
Dari informasi tersebut diharapkan dapat diambil sebuah kebijakan yang bermanfaat dan tepat sasaran alias mengena pada titik tumpu permasalahan kesehatan pada masyarakat.
Ceritanya, sekarang baru mau mulai dengan SIMPUS. Pada beberapa daerah di Indonesia SIMPUS ini sudah berjalan dengan sangat baik terutama di Pulau Jawa. Pada tanggal 01 September bertolak dari Kabupaten Bangka Barat menuju Propinsi Daerah Istimewa Yokyakarta untuk mempelajari SIMPUS ini. Harapan saya dapat mempelajarinya dan menerapkannya di Kabupaten Bangka Barat dengan maksimal sehingga outputnya dapat bermanfaat untuk masyarakat luas. aminhttp://www.sobatsehat.com/info-sehat/membangun-dunia-kesehatan-dengan-simpus-part-1/

Sistem informasi geografis dan pemulihan sistem kesehatan

kategori: informatika kesehatan masyarakat, IKM

aduh..... minggu kemarin benar-benar gak produktif. Males banget, mana badan lagi gak gitu sehat. Kemarin dapat pencerahan baru tentang Webgis dari mas Bayu dan mas Trias. Bayu mengatakan bahwa web di Puspics juga dikembangkan menggunakan perangkat open source. Sementara mas Trias mengatakan bahwa Mapserver sudah memiliki kemampuan akses database ke mysql.

Kini saatnya wilayah DIY-Jateng bangkit setelah menjadi berantakan akibat musibah gempa 27 Mei. Fase emergensi yang serba darurat dan miskin koordinasi berganti menjadi tahapan rekonstruksi untuk membangun kembali semua tatatan, termasuk sistem kesehatan. Sistem kesehatan merupakan urusan semua orang sama halnya kesehatan yang merupakan hak asasi semua pribadi. Sistem kesehatan bukan semata-mata mengenai masalah dokter, perawat, puskesmas, sampai ke imunisasi.

Membangkitkan sistem kesehatan pasca bencana secara umum bertujuan untuk memulihkan dan memperbaiki sistem yang menjamin kesehatan masyarakat. Hal ini dapat dicapai jika pemerintah memiliki sistem keuangan untuk menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan tanpa kecuali serta melindungi warga melalui deteksi dini serta pengendalian faktor risiko dan penyebab penyakit. Selain itu juga dilengkapi dengan petugas kesehatan dengan etos kerja yang baik dan berada di fasilitas kesehatan dengan lingkungan yang mendukung, didukung oleh warga yang memiliki perilaku hidup sehat serta dinas maupun infrastruktur masyarakat (NGO, jaringan non formal) lainnya yang kooperatif. Sistem kesehatan yang baik juga harus disertai dengan infrastruktur dan mekanisme untuk memantau kinerja serta mengevaluasi keefektifan sistem itu sendiri.

Informasi dan kerjasama
Jika ingin cepat bangkit, upaya rekonstruksi kesehatan bergantung kepada informasi yang akurat serta koordinasi yang baik antar sektor.

Berbagai pihak telah terlibat dalam kegiatan tersebut mulai dari teknik sipil, ilmu kesehatan masyarakat, kedokteran, geografi, geodesi, geologi, teknologi informasi, farmasi, keperawatan dan lain sebagainya. Saat ini, pertanyaannya adalah bagaimana kita dapat mengintegrasikan semuanya? Pada fase emergensi kemarin, sebagian besar informasi mengalir secara cepat, tidak terstruktur dalam bentuk teksual, naratif maupun grafis. Pada fase rekonstruksi, kita memerlukan olahan data yang lebih terstruktur, informatif, mendalam, baik berupa grafik, peta maupun bentuk analisis lainnya. Sehingga, dalam bentuk aplikasi seperti apa, dinas kesehatan (tingkat kabupaten maupun propinsi) dapat memantau, misalnya, kemajuan rekonstruksi puskesmas secara mudah? Bagaimana pula dinas kesehatan tetap dapat mempertahankan cakupan imunisasi? Selain itu, apakah ibu hamil yang berisiko tinggi tetap dapat terpantau agar angka kematian ibu dan bayi tidak tetap terkendali?

Sistem informasi geografis
Dengan dukungan kemajuan teknologi informasi seperti saat ini, salah satu tool potensial untuk mengintegrasikan adalah sistem informasi geografis (SIG). Sistem informasi geografis merupakan seperangkat tatanan dan prosedur yang meliputi perangkat lunak, perangkat keras untuk mengolah data/informasi dalam konteks spasial (keruangan) untuk mendukung pengambilan keputusan. Meskipun bukan hal baru (seorang John Snow telah menggunakannya untuk memetakan penyakit kolera di London pada abad 19), akan tetapi dengan kekayaan data dan informasi, serta kecanggihan metode analisis, perangkat ini dapat memberikan nuansa baru dalam mendukung, mengawasi, serta meningkatkan proses kebangkitan sistem kesehatan pasca bencana. Model aplikasi berbasis web tidak lagi menjadi aplikasi stand-alone yang terisolir dan merepotkan untuk diupdate.

Dengan adanya Internet, aplikasi SIG dapat menggabungkan berbagai jenis media grafis. Berbagai gambar foto kerusakan puskesmas dapat di-link-kan ke dalam aplikasi tersebut. Peta satelit maupun foto udara Jogja pun dapat dikombinasikan, disamping koordinat geografis lokasi fasilitas kesehatan dan kamp pengungsi. Gambaran morbiditas penyakit dalam bentuk peta tematik pun dapat lebih memudahkan bagi para pengambil keputusan (baca: dinas kesehatan kabupaten/propinsi maupun pimpinan puskesmas) dalam menganalisis situasi epidemiologis di wilayah mereka.

Hanya saja, dengan tersedianya berbagai perangkat SIG berbasis web, baik yang komersial maupun gratis, diperlukan kecermatan dan kearifan untuk memilih yang terbaik. Pilihan yang terbaik tidak saja dinilai dari aspek user friendlinessnya, kecepatan akses, serta kemudahan mengupdatenya tetapi juga dengan mempertimbangkan aspek ketersediaan fasilitas teknologi informasi di fasilitas kesehatan serta kemampuan penggunanya. SIG berbasis web tersebut pun juga harus menyesuaikan dengan mekanisme pengumpulan data kesehatan rutin. Sebagai salah satu daerah yang mendapatkan penghargaan karena inovasi e-governmentnya, pemerintah DIY diharapkan sudah siap dengan berbagai infrastrukturnya.

Skenario terbaik
Jika pada fase emergensi kemarin masyarakat dapat mengirim SMS ke nomer tertentu yang kemudian langsung mempublikasikan di web mengenai wilayah yang membutuhkan makanan dan tenda, maka model yang sama pun dapat diterapkan untuk SIG pemantauan rekonstruksi puskemas. Masyarakat dapat mengambil foto puskesmas, mengirim ke web, langsung ter-link dengan lokasi puskesmas yang rusak untuk menunjukkan kemajuan/perkembangan proses rekonstruksi. Pengiriman komentar melalui SMS pun demikian juga. Dinkes DIY juga sudah berpengalaman mengenai aplikasi ini. Pengakses web (khususnya dari organisasi yang memberikan sumbangan rekonstruksi) dapat mencari dengan mudah lokasi puskesmas yang rusak serta melihat gambaran perkembangan proses rekonstruksi. Ini merupakan bagian dari akuntabilitas sistem kesehatan terhadap mereka yang peduli kepada kita.

Jika bersiap lebih maju lagi, maka sudah saatnya puskesmas dan rumah sakit dilengkapi dengan fasilitas pencatatan rekam medis yang terkait dengan SIG. Sehingga, hanya dengan menyebutkan dusun (atau desa atau kode pos), maka peta morbiditas penyakit akan terupdate secara otomatis. Pendekatan ini diharapkan dapat memperbaiki mekanisme manual dalam pemantauan wilayah setempat. Tentu saja, secara hipotetis, akan mempermudah kerja bidan ataupun perawat pemantauan faktor risiko di wilayah tersebut.

Disamping jenis aplikasi, data mengenai kerusakan fasilitas puskesmas pun bisa menjadi bahan kajian spasial. Salah satu contohnya adalah determinan kerusakan fasilitas kesehatan. Data damage assessment bangunan yang telah terkumpul dapat memberikan kontribusi penting bagi ilmu pengetahuan. Pendekatan SIG tentang variabel jarak dari fasilitas kesehatan yang rusak terhadap episentrum serta struktur bangunannya belum memberikan kesimpulan yang seragam. Adanya integrasi serta mekanisme sharing data semoga akan menghasilkan banyak lesson learnt yang dijadikan pelajaran agar bangsa kita semakin tangguh(resilience) menghadapi bencana. Sistem informasi geografis dan pemulihan sistem kesehatan

Pengertian SIMPUS

Pengertian SIMPUS
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS) adalah suatu tatanan manusia dan/atau peralatan yang menyediakan informasi untuk membantu proses manajemen Puskesmas mencapai sasaran kegiatannya.
Tujuan SIMPUS
  1. Tujuan Umum: meningkatkan kualitas manajemen puskesmas secara lebih berhasil guna dan berdaya guna, melalui pemanfaatan secara optimal data sistem pencatatan dan pelaporan terpadu puskesmas (SP2TP)  maupun  informasi lainnya yang menunjang kegiatan pelayanan.
  2. Tujuan Khusus:
  • Sebagai pedoman penyusunan perencanaan tingkat puskesmas (PTP) dan pelaksanaan kegiatan pokok puskesmas melalui mini lokakarya (minlok).
  • Sebagai dasar pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelayanan puskesmas
  • Untuk mengatasi berbagai hambatan pelaksanaan program pokok puskesmas.

Incoming search terms:

  • Kelebihan dan kekurangan dari software simpus
  • pengertian simpus
  • makalah sp2tp simpus
  • artikel SIMPUS
  • simpus
  • pengertiansimpus
  • pengertian sistem informasi manajemen puskesmas (SIMPUS)
  • pengertian sistem informasi di puskesmas
  • Pengertian MySimpus
  • pengertian informasi manajemen puskesmashttp://www.indoinfo.web.id/2011/09/12/pengertian-simpus/

MENGKAJI ULANG SISTEM YANG SUDAH BERJALAN

Berdasarkan artikel WHO yang ditulis oleh Dr Ophelia Mendoza, WHO Consultant, and Dr Y.C. Chong, Regional Adviser in Health Information, Regional Office for the Western Pacific, dengan judul Developing health management information systems: a practical guide fodeveloping countries. Ada prinsip yang harus diperhatikan dalam mengkaji ulang system yang sudah berjalan yaitu “Jangan menghancurkan sistem yang sedang berjalan, tingkatkan kelebihan-kelebihan dan pelajari kelemahan dari sistem yang ada tersebut“.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1.      Buat suatu formulir pengelompokan, buku harian dan alat-alat lain yang digunakan untuk merekam dan meringkas data pada tingkat yang berbeda.
2.      Lakukan penilaian mutu data tersebut yang sedang dikumpulkan dengan menggunakan formulir-formulir yang berbeda pada tiap tingkatan. Diantara aspek tersebut termasuk didalamnya penilaian mengenai :
  • Ketelitian (Accuracy)
  • Kelengkapan (Completeness)
  • Ketercukupan (Adequacy)
  • Ketepatan Waktu (Timeliness)
3.      Tentukan permasalahan yang ditemukan pada sistem pengumpulan data pada tingkat yang bebeda, termasuk periode waktu dan alur infromasinya.
4.      Tentukan status yang ada dari komponen-komponen yang lain dari HMIS seperti :
  • Pengolahan data
  • Analisis data
  • Penyebaran data
  • Penyediaan dan logistic
  • Pengembangan Staf
  • Koordinasi, kerjasama dan komunikasi didalam atau diantara unit-unit yang berbeda di Departemen Kesehatan, dan juga pihak-pihak terkait diluar Departemen Kesehatan.
5.     Lakukan identifikasi  aspek dari sistem apakah :
  • Dipertahankan
  • Dirubah
  • Dihapuskan
6.      Buat ringkasan hasil-hasil penilaian dalam bentuk laporan yang formal.
7.      Diskusikan hasil-hasil penilaian tersebut kepada pejabat yang terkait atau berwewenang.
Ada beberapa isu penting yang masih harus dipikirkan dalam mengkaji ulang system informasi yang telah berjalan diantaranya adalah :
1.      Siapa yang mempunyai wewenang untuk membuat penilaian?
2.      Ketersediaan tenaga ahli teknis dan sumber daya untuk melakukan penilaian.
3.      Kerjasama di antara unit-unit yang berbeda di dalam proses penilaian; keterlibatan dari end-users pada semua tingkat.
http://simkesugm2008.wordpress.com/2008/12/11/mengkaji-ulang-sistem-yang-sudah-berjalan/